Masjid Agung Al Azhar di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, akan menyelenggarakan peringatan ”100 Tahun Buya Hamka”. Peringatan itu menurut rencana akan dilaksanakan di masjid tersebut mulai hari ini. Menurut siaran pers Yayasan Pesantren Islam Al Azhar, peringatan tersebut akan diisi dengan Tabligh Akbar setelah shalat Jumat. Para pengisi acara di Tabligh Akbar tersebut antara lain Ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab dan Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Syuhada Bahri. Selain itu, terdapat pula Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kholil Ridwan dan Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Didin Hafidhuddin. Kegiatan lainnya dalam memperingati seabad Buya Hamka antara lain Dialog Terbuka, Festival Budaya, dan pemutaran film tentang Buya Hamka. Dalam acara itu, akan dilakukan peluncuran buku 100 Tahun Buya Hamka, situs http://www.buyahamka.com/, dan Perpustakaan Buya Hamka. Hamka, yang merupakan kepanjangan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah, adalah ulama dan penulis Islam- Indonesia modern yang produktif. Ulama kelahiran Sungai Batang, Sumatera Barat, 16 Februari 1908 itu, pernah memasuki dunia jurnalistik dan pada 1926 mendirikan jurnal Muhammadiyah pertama, Chatibul Ummah.Sepuluh tahun kemudian, Hamka mendapat tawaran menjadi editor kepala
jurnal Islam yang baru terbit di Makassar, Pedoman Masyarakat. Hamka juga terkenal sebagai seorang sastrawan dan pujangga. Karya-karyanya antara lain novel Di Bawah Lindungan Ka`bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijht.
Dalam bidang ilmu keagamaan, ulama yang ke Mekkah pada tahun 1927 itu membuat kitab tafsir yang dikenal sebagai Tafsir Al Azhar. Tokoh Islam ini termasuk orang terdepan dalam sejarah perkembangan Islam abad modern di Indonesia. Namun sayangnya, saat ini tak banyak anak muda yang mengkaji ketokohannya. Sebaliknya, nama Hamka malah makin berkibar di negeri tetangga, terutama Malaysia dan Singapura. Museum Hamka yang berlokasi di tepi Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatra Barat ini lebih banyak dikunjungi wisatawan dari negeri jiran itu ketimbang wisatawan lokal. ”Sangat disayangkan bahwa tokoh sebesar Hamka kini mulai dilupakan anak muda kita. Pemerintah juga tak terlalu memperhatikan kepahlawanannya,’’ kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Din Syamsudin saat berkunjung ke Museum Hamka beberapa waktu lalu. Museum Hamka itu adalah rumah tempat lahir Buya Hamka. Rumah itu telah direnovasi dengan model rumah gadang. Terletak di kaki bukit setelah melewati kelok 44, museum itu menyimpan benda-benda berkaitan dengan Buya Hamka. Di dalamnya, ada perpustakaan berisi karya-karya Buya, tongkat, tempat tidur, kursi, meja tulis dan benda-benda lainnya. Din menyatakan ironis, orang sekaliber Hamka kurang dihargai di negerinya sendiri. Bahkan tak ada nama jalan yang menggunakan nama Hamka. ‘’Banyak nama jalan protokol di Jakarta menggunakan nama tokoh yang kita tidak mengenal ketokohannya. Padahal, Hamka jauh lebih besar dari mereka,’’ kata Din. Din menilai Buya Hamka berjasa membentuk karakter bangsa Indonesia. Mengenai alasan kurang begitu populernya Hamka, ia menyatakan kondisi tersebut adalah karena kurangnya sosialisasi khususnya dari pihak pemerintah pusat. Oleh karena itu, Din berharap agar baik pemerintah pusat maupun daerah khususnya di Sumatera Barat untuk melakukan sosialisasi sosok Buya Hamka, termasuk dalam pengelolaan museumnya yang terletak berhadapan dengan Danau Maninjau
jurnal Islam yang baru terbit di Makassar, Pedoman Masyarakat. Hamka juga terkenal sebagai seorang sastrawan dan pujangga. Karya-karyanya antara lain novel Di Bawah Lindungan Ka`bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijht.
Dalam bidang ilmu keagamaan, ulama yang ke Mekkah pada tahun 1927 itu membuat kitab tafsir yang dikenal sebagai Tafsir Al Azhar. Tokoh Islam ini termasuk orang terdepan dalam sejarah perkembangan Islam abad modern di Indonesia. Namun sayangnya, saat ini tak banyak anak muda yang mengkaji ketokohannya. Sebaliknya, nama Hamka malah makin berkibar di negeri tetangga, terutama Malaysia dan Singapura. Museum Hamka yang berlokasi di tepi Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatra Barat ini lebih banyak dikunjungi wisatawan dari negeri jiran itu ketimbang wisatawan lokal. ”Sangat disayangkan bahwa tokoh sebesar Hamka kini mulai dilupakan anak muda kita. Pemerintah juga tak terlalu memperhatikan kepahlawanannya,’’ kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Din Syamsudin saat berkunjung ke Museum Hamka beberapa waktu lalu. Museum Hamka itu adalah rumah tempat lahir Buya Hamka. Rumah itu telah direnovasi dengan model rumah gadang. Terletak di kaki bukit setelah melewati kelok 44, museum itu menyimpan benda-benda berkaitan dengan Buya Hamka. Di dalamnya, ada perpustakaan berisi karya-karya Buya, tongkat, tempat tidur, kursi, meja tulis dan benda-benda lainnya. Din menyatakan ironis, orang sekaliber Hamka kurang dihargai di negerinya sendiri. Bahkan tak ada nama jalan yang menggunakan nama Hamka. ‘’Banyak nama jalan protokol di Jakarta menggunakan nama tokoh yang kita tidak mengenal ketokohannya. Padahal, Hamka jauh lebih besar dari mereka,’’ kata Din. Din menilai Buya Hamka berjasa membentuk karakter bangsa Indonesia. Mengenai alasan kurang begitu populernya Hamka, ia menyatakan kondisi tersebut adalah karena kurangnya sosialisasi khususnya dari pihak pemerintah pusat. Oleh karena itu, Din berharap agar baik pemerintah pusat maupun daerah khususnya di Sumatera Barat untuk melakukan sosialisasi sosok Buya Hamka, termasuk dalam pengelolaan museumnya yang terletak berhadapan dengan Danau Maninjau