Sunday, February 24, 2008

Seperempat Abad Buya HAMKA (4)

Kata yatim dengan segala variannya, tersebut dalam Alquran sebanyak 23 kali. Sebagian ahli bahasa Arab memberikan definisi anak yatim adalah anak yang bapaknya sudah meninggal dunia. Sebagian ulama menambahkan batasan yakni yang masih belum sampai batas baligh. Batasan ini ditambahkan karena menurut mereka ada hadis yang berbunyi: ‘’...tidak ada anak yatim bagi anak yang telah sampai umur baligh.’’ Sebagian ulama menjelaskan, anak yatim adalah anak kecil yang tidak lagi mempunyai bapak. Yang dimaksud tidak mempunyai bapak adalah tidak mempunyai bapak yang diketahui menurut aturan syara’, sebagaimana yang ditegaskan oleh Syaikh Ibrahim Al-Baijuri. Soal di usia berapa seorang anak yang ditinggal mati oleh bapaknya tidak lagi menjadi yatim, memang masih kontroversial. Sebagian ulama mengacu pada usia tertentu. Ada yang berpendapat bila sudah berusia 10-12 tahun dan ada juga yang mengatakan bila sudah akil baligh. Namun tidak sedikit ulama yang berpendapat hal itu bisa bersifat relatif, tergantung tingkat kemandirian seorang anak yatim. Artinya, meski sudah baligh, namun bila belum mampu mandiri, sementara ia tidak memiliki ayah yang dapat dijadikan tempat bersandar, maka ia tetap disebut yatim. Dan, meskipun belum baligh tapi sudah mandiri dan mapan di bidang ekonomi, sudah mumayyiz dan akil, maka ia bukan lagi anak yatim. Intinya, anak-anak yatim adalah anak-anak yang ditinggal mati oleh ayahnya, sehingga karena itu ia mendapatkan perhatian lebih di dalam Islam dan harus lebih dikasihani ketimbang anak-anak
yang lain. Dalam konteks Indonesia, kata yatim identik dengan anak yang bapaknya meninggal. Sedangkan bila bapak ibunya yang meninggal, maka dikatakan yatim piatu. Otomatis, perhatian dan santunan lebih dicurahkan kepada yatim piatu dari pada yang yatim saja. Bila dilakukan pendekatan secara ushul fikih, prioritas semacam ini dimasukkan ke dalam kategori fahmal khitab (pemahaman secara eksplisit dengan memakai sekala prioritas). Artinya, secara filosofis bisa digambarkan, anak yang ditinggal mati kedua orang tuanya lebih diprioritaskan dari pada
anak yang hanya ditinggal mati bapaknya saja. Sejatinya, dalam fikih klasik tidak ada skala prioritas seperti yang terjadi dalam konteks Indonesia ini. Yatim, yaitu anak yang ditinggal mati oleh ayahnya. Istilah yatim atau piatu atau yatim piatu dalam bahasa fikih tidak dikenal. 􀁑 dam/disarikan dari buku Bersanding dengan Nabi di Surga

Seperempat Abad Buya HAMKA (3)

Masjid Agung Al Azhar di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, akan menyelenggarakan peringatan ”100 Tahun Buya Hamka”. Peringatan itu menurut rencana akan dilaksanakan di masjid tersebut mulai hari ini. Menurut siaran pers Yayasan Pesantren Islam Al Azhar, peringatan tersebut akan diisi dengan Tabligh Akbar setelah shalat Jumat. Para pengisi acara di Tabligh Akbar tersebut antara lain Ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab dan Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Syuhada Bahri. Selain itu, terdapat pula Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kholil Ridwan dan Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Didin Hafidhuddin. Kegiatan lainnya dalam memperingati seabad Buya Hamka antara lain Dialog Terbuka, Festival Budaya, dan pemutaran film tentang Buya Hamka. Dalam acara itu, akan dilakukan peluncuran buku 100 Tahun Buya Hamka, situs http://www.buyahamka.com/, dan Perpustakaan Buya Hamka. Hamka, yang merupakan kepanjangan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah, adalah ulama dan penulis Islam- Indonesia modern yang produktif. Ulama kelahiran Sungai Batang, Sumatera Barat, 16 Februari 1908 itu, pernah memasuki dunia jurnalistik dan pada 1926 mendirikan jurnal Muhammadiyah pertama, Chatibul Ummah.Sepuluh tahun kemudian, Hamka mendapat tawaran menjadi editor kepala
jurnal Islam yang baru terbit di Makassar, Pedoman Masyarakat. Hamka juga terkenal sebagai seorang sastrawan dan pujangga. Karya-karyanya antara lain novel Di Bawah Lindungan Ka`bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijht.
Dalam bidang ilmu keagamaan, ulama yang ke Mekkah pada tahun 1927 itu membuat kitab tafsir yang dikenal sebagai Tafsir Al Azhar. Tokoh Islam ini termasuk orang terdepan dalam sejarah perkembangan Islam abad modern di Indonesia. Namun sayangnya, saat ini tak banyak anak muda yang mengkaji ketokohannya. Sebaliknya, nama Hamka malah makin berkibar di negeri tetangga, terutama Malaysia dan Singapura. Museum Hamka yang berlokasi di tepi Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatra Barat ini lebih banyak dikunjungi wisatawan dari negeri jiran itu ketimbang wisatawan lokal. ”Sangat disayangkan bahwa tokoh sebesar Hamka kini mulai dilupakan anak muda kita. Pemerintah juga tak terlalu memperhatikan kepahlawanannya,’’ kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Din Syamsudin saat berkunjung ke Museum Hamka beberapa waktu lalu. Museum Hamka itu adalah rumah tempat lahir Buya Hamka. Rumah itu telah direnovasi dengan model rumah gadang. Terletak di kaki bukit setelah melewati kelok 44, museum itu menyimpan benda-benda berkaitan dengan Buya Hamka. Di dalamnya, ada perpustakaan berisi karya-karya Buya, tongkat, tempat tidur, kursi, meja tulis dan benda-benda lainnya. Din menyatakan ironis, orang sekaliber Hamka kurang dihargai di negerinya sendiri. Bahkan tak ada nama jalan yang menggunakan nama Hamka. ‘’Banyak nama jalan protokol di Jakarta menggunakan nama tokoh yang kita tidak mengenal ketokohannya. Padahal, Hamka jauh lebih besar dari mereka,’’ kata Din. Din menilai Buya Hamka berjasa membentuk karakter bangsa Indonesia. Mengenai alasan kurang begitu populernya Hamka, ia menyatakan kondisi tersebut adalah karena kurangnya sosialisasi khususnya dari pihak pemerintah pusat. Oleh karena itu, Din berharap agar baik pemerintah pusat maupun daerah khususnya di Sumatera Barat untuk melakukan sosialisasi sosok Buya Hamka, termasuk dalam pengelolaan museumnya yang terletak berhadapan dengan Danau Maninjau

Seperempat Abad Buya HAMKA (2)

Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) yang akrab dipanggil dengan Buya Hamka (1908-1981) adalah tokoh yang dikenal cukup luas secara nasional, regional, bahkan internasional. Deliau dikenal sebagai pribadi lembut namun berkarakter, sosok halus tapi berprinsip, dan tokoh modernis yang kharismatik. Dakwahnya sejuk menyirami dahaga spiritual umat. Acara dakwahnya di radio dan televisi (TVRI saat itu) selalu ditunggu jutaan orang. Pada tanggal 16 Pebruari 2008, genap seratus tahun hari kelahiran Buya Hamka (16 Pebruari 1908). Beliau wafat 27 tahun yang lalu, tepatnya 24 Juli 1981. Hasil perjuangannya dapat dirasakan oleh umat Islam secara luas. Dalam kesibukannya yang luar biasa, Buya Hamka secara produktif aktif menulis dalam bentuk artikel, kolom, makalah, dan buku. Sosok yang secara formal tidak pernah sekolah, dengan otodidak yang ketat, mampu menulis apa saja. Dia menulis tentang sejarah, tafsir, hadis, tasawuf, bahasa, hingga sastra. Karya-karyanya merupakan respon aktif dari kondisi yang terjadi di masyarakat. Di saat terjadi paradoksal masyarakat kota antara paham tasawuf ekstrim dan pola kehidupan hedonistik sekuler, beliau menulis Tasawuf Modern. Di saat terjadi fenomena perseteruan akut antara adat dan agama, dia menulis Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Di saat masyarakat modern lari dari agama mengikuti kehidupan materialistis, beliau menulis Di Bawah Lindungan Ka’bah. Respon terhadap kondisi masyarakat juga diungkapkan ketika sedang merenung di dalam penjara, hingga terlahir karya monumental, Tafsir Al-Azhar. Lebih dari 113 buku yang ditulis dalam berbagai disiplin ilmu Begitulah sosok Buya Hamka yang sangat responsif terhadap kondisi masyarakat. Tokoh besar itu telah tiada, namun karyanya dinikmati hingga kini oleh umat Islam. Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Buya Hamka wafat meninggakannama besar dan karya-karya monumental

Sperempat Abad Buya HAMKA (1)

‘’Buya Hamka memiliki kemampuan dakwah yang menyeluruh.Dakwah lisannya sangat indah, tutur katanya sangat baik dan tak pernah menyerang orang, argumentasinya sangat rasional dan logis, mampu menyentuh emosi setiap pendengarnya.’’ (Didin Hafidhudin, direktur Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun) ‘’Buya Hamka adalah sosok ulama besar yang memadukan keluasan ilmu pengetahuan dan ketinggian kepribadian. Keluasan ilmunya bisa dilihat
dari begitu banyak buku yang ditulis salah satunya yang sangat monumental adalah Tafsir Al Azhar. Ketinggian kepribadiannya bisa dilihat sebagai figur ulama yang berwatak, penuh istikamah yang ditunjukkan ketika sebagai ketua umum MUI yang menyatakan mundur katika eksekutif mencoba mengintervensi lembaga itu.” (Din Syamsuddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah) ”Buya Hamka yang tidak hanya pandai berdakwah, tapi juga menulis
buku termasuk menulis roman yang menyuguhkan berbagai cara mengatasi masalah kehidupan. Sejak masih duduk di SMP saya senang membaca buku-buku Buya Hamka termasuk buku-buku sastra yang beliau tulis. Beliau memang figur dai yang sangat lengkap yang jarang ada tandingannya hingga sekarang.’’ (Dwiki Darmawan, musisi)

Saturday, February 23, 2008

KOTA "PECEL" MADIUN

Madiun, sebuah nama kota madya di propinsi jawa timur bagian barat sudah tidak asing lagi namanya. Kota yang dulunya merupakan wilayah kerajaan mataram ini menjadi sentra perekonomian saat itu. Sampai dengan sekarang masih terlihat peninggalan kemajuan kotanya, terutama adalah banyaknya pabrik gula yang mengelilingi kota ini. Tidak kurang ada 5 pabrik gula yang ada di sekeliling kota madiun. Kota madiun juga dikenal sebagai kota Pecel dan Kota Brem, karena memang banyak warganya yang memproduksi dan berniaga pecel serta Brem. Bahkan nama pecel dan brem ini sudah melekat pada benak setiap orang yang mengenal madiun. Kota Madiun juga terdapat salah satu industri strategis Nasional "PT INKA" dan terdapat salah satu pangkalan Udara utama nasional "Pangkalan Udara Iswahyudi". Kota Madiun dalam sejarah perjuangan negara RI juga pernah terlintas sebagai kota terjadinya pemberontakan PKI muso tahun 1948 yang berhasil ditumpas oleh tentara nasional indonesia pada saat itu. Seiring dengan perjalanan waktu kota madiun yang dulu merupakan kota karesidenan dan kota madya pada saat ini terus bergerak mempercantik diri. Perkembangan industri, perdagangan, perumahan dan pendidikan cukup pesat. Terutama dalam perkembangan perumahan sungguh merupakan sebuah kota dengan perkembangan perumahan cepat. Saya pertama kali datang ke kota madiun 1 nop 1996 atau 11 tahu 2 bulan yang lalu kota madiun masih terlihat sepi. Hanya terdapat 1 plasa supermarket yang kecil. Namun saat ini kota madiun sudah memiliki 3 Plasa besar, 2 plasa kecil dan beberapa mini market yang bertebaran di sekeliling kota. Pasar besar dan stadion olahraganyapun sudah direhap sangat megah. Lalu lintas kota madiun berkembang pesat sehingga sering terjadi kemacetan disana sini. Itulah sedikit gambaran tentang kota Madiun. Di kota inilah saya mempunyai kenangan memori yang indah. Di kota inilah 3 orang anak saya lahir. Anak pertama juni 1999, anak kedua des 2001, anak ketiga maret 2003. Di kota inilah saya berkarya selama 11 tahun 2 bulan. Tentunya dalam waktu seperti itu banyak suka duka yang saya dapatkan di kota ini. Panas, debu, banjir, angin dan banyak hal saya alami di kota ini. Kota madiun di mana saya 11 tahun pernah tinggal tentunya tidak mudah dilupakan begitu saja. Kota yang akan saya kenang akan keramahan warganya, kegotong royongannya dan kerjasamanya. Saat ini saya telah pindah meninggalkan madiun, namun kota madiun akan selalu saya kenang bersama keluarga. Bravo Madiun semoga kotamu bertambah cantik dan elok yang akan mengundang pendatang-2 untuk berkreasi memajukan kotamu.

Friday, February 22, 2008

Perempuan Berselendang Bintang

bagaimana aku bisa mendefinisikanmu
pada hari yang terus berlari
kucoba memadatkanmu dalam kata-kata indah
yang berserak di cakrawala
tapi tak pernah bisa
meski itu hanya tentang sepotong mata teduh,
senyum yang berayun,
atau sejejak dari berjuta langkahmu
lalu kupintal puisi-puisi kesturi
yang setia kau tumbuhkan dari sanubari
menjelma karpet merah
dengan limpahan mawar merekah
yang tak akan pernah selesai kau lintasi
di sepanjang jalan hidupmu,
bunda: hari ini kuberikan sebuah award
seumur hidup untukmu
kau tahu aku tak memejamkan mata sekian lama
untuk menjaring permata-permata langit itu
menyusunnya di atas selendang berwarna salju
membentuk namamu dengan tinta yang paling emas
kuselempangkan padamu
diiringi nada-nada vivaldi
penghargaan bunda teladan tahun ini
dan hingga tak terhingga tahun
atas cinta yang tak pernah berhenti dari nadi
dan ketabahan menumbuhkan matahari
untuk semua yang kau tulis yang kau ukir di dalam diriku
dan lekuk jiwa semesta
untukmu perempuan berselendang bintang

(by Abdurahman Faiz)
sayag kagum pada puisi puisinya,
salam bangga saya pada puisi puisi anda

Wednesday, February 20, 2008

Aku di Jalan Kupu-Kupu

Aku di Jalan Kupu-Kupu Jun 11, 2005
Assalaamu'alaikum semua, salam sejahtera....

SEDIKIT TENTANG FAIZ
Abdurahman Faiz lahir di Jakarta, 15 November 1995, anak pertama dari pasangan Tomi Satryatomo (jurnalis televisi) dan Helvy Tiana Rosa (cerpenis). Ia telah menulis puisi sejak berusia 5 tahun. Namanya mulai dikenal publik ketika ia menjadi Juara I Lomba Menulis Surat untuk Presiden tingkat nasional yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta (2003). Pertama kali Faiz tampil membacakan puisi-puisinya yang pada waktu itu belum dibukukan, adalah atas undangan Nurcholish Majid pada acara peluncuran buku beliau yang mengundang ratusan tokoh nasional. Saat kelas II SD puisi Faiz “Sahabatku Buku” menjadi juara Lomba Cipta Puisi Tingkat SD seluruh Indonesia yang diadakan Pusat Bahasa Depdiknas (2004).

Buku kumpulan puisi pertama Faiz Untuk Bunda Dan Dunia (DAR! Mizan, Januari 2004) terbit saat ia berusia 8 tahun dan diberi pengantar oleh Taufik Ismail. Buku tersebut meraih Anugerah Pena 2005 serta Buku Terpuji Adikarya IKAPI 2005. Sejak buku itu terbit Faiz kian sering diundang membacakan dan membicarakan karya-karyanya--- yang banyak mengetengahkan berbagai persoalan sosial kemasyarakatan dan politik--- dalam berbagai forum, termasuk di hadapan Presiden Megawati Soekarno Putri, Presiden SBY, mantan presiden Abdurrahman Wahid, Wakil Presiden Jusuf Kalla, sejumlah menteri dan tokoh-tokoh nasional lainnya. Ia pun pernah diundang sebagai salah satu panelis Debat Capres di stasiun televisi swasta, pada pemilu lalu.

Buku keduanya: Guru Matahari (DAR! Mizan 2004), terbit saat ia masih berusia 8 tahun pula, diberi pengantar Agus R. Sarjono mendapat nominasi Khatulistiwa Literary Award 2005. Buku ketiganya: Aku Ini Puisi Cinta (DAR! Mizan 2005) membawanya meraih penghargaan Penulis Cilik Berprestasi dari Yayasan Taman Bacaan Indonesia (2005).

Buku keempat Faiz adalah kumpulan esai berjudul: Permen-Permen Cinta Untukmu (DAR! Mizan 2005). Karyanya juga terdapat dalam antologi bersama: Matahari Tak Pernah Sendiri (1 dan 2), Jendela Cinta (GIP 2005), dan Antologi Puisi untuk Yogyakarta (2006). Puisinya pernah dimuat di sejumlah koran nasional antara lain Kompas dan Republika. Tahun 2006 Faiz dinobatkan sebagai Anak Kreatif Indonesia versi Yayasan Cerdas Kreatif Indonesia yang dipimpin Kak Seto.

Bersama beberapa penulis cilik lainnya siswa SDIF Al Fikri-Depok ini menulis kumpulan cerpen Tangan-Tangan Mungil Melukis Langit (LPPH 2006), untuk membantu biaya sekolah bagi teman-teman kecil mereka yang tinggal di kolong jembatan tol. Buku terbaru Faiz: Nadya: Kisah dari Negeri yang Menggigil, dikatapengantari oleh Sapardi Djoko Damono (LPPH, Juli 2007), Faiz baru saja terpilih sebagai Anak Berprestasi 2007 dari PKS.

Melalui rumah imajinasinya di multiply ini, Faiz langsung berbagi sapa dan karya dengan semua yang ingin mengenalnya lebih dekat. Selamat menyelusuri jalan kupu-kupu Faiz ya!