Tuesday, June 09, 2009

4 Skenario

Skenario 1
Andaikan kita sedang naik di dalam sebuah kereta ekonomi.Karena tidak mendapatkan tempat duduk, kita berdiri di dalam gerbongtersebut.Suasana cukup ramai meskipun masih ada tempat bagi kita untukmenggoyang-goyangkan kaki.Kita tidak menyadari handphone kita terjatuh.Ada orang yang melihatnya, memungutnya dan langsung mengembalikannyakepada kita."Pak, handphone bapak barusan jatuh nih,"kata orang tersebut seraya memberikan handphone milik kita.Apa yang akan kita lakukan kepada orang tersebut?Mungkin kita akan mengucapkan terima kasih dan berlalu begitu saja.
Skenario 2
Sekarang kita beralih kepada skenario kedua.Handphone kita terjatuh dan ada orang yang melihatnya dan memungutnya.Orang itu tahu handphone itu milik kita tetapi tidak langsungmemberikannya kepada kita.Hingga tiba saatnya kita akan turun dari kereta, kita baru menyadarihandphone kita hilang.Sesaat sebelum kita turun dari kereta, orang itu ngembalikan handphonekita sambil berkata,"Pak, handphone bapak barusan jatuh nih."Apa yang akan kita lakukan kepada orang tersebut?Mungkin kita akan mengucapkan terima kasih juga kepada orang tersebut.Rasa terima kasih yang kita berikan akan lebih besar daripada rasaterima kasih yang kita berikan pada orang di skenario pertama (orangyang langsung memberikan handphone itu kepada kita).Setelah itu mungkin kita akan langsung turun dari kereta.
Skenario 3
Marilah kita beralih kepada skenario ketiga.Pada skenario ini, kita tidak sadar handphone kita terjatuh, hingga kitamenyadari handphone kita tidak ada di kantong kita saat kita sudah turundari kereta.Kita pun panik dan segera menelepon ke nomor handphone kita, berharapada orang baik yang menemukan handphone kita dan bersediamengembalikannya kepada kita.Orang yang sejak tadi menemukan handphone kita (namun tidakmemberikannya kepada kita) menjawab telepon kita."Halo, selamat siang, Pak.Saya pemilik handphone yang ada pada bapak sekarang," kita mencobabicara kepada orang yang sangat kita harapkan berbaik hati mengembalikanhandphone itu kembali kepada kita.Orang yang menemukan handphone kita berkata,"Oh, ini handphone bapak ya.Oke deh, nanti saya akan turun di stasiun berikut.Biar bapak ambil di sana nanti ya."Dengan sedikit rasa lega dan penuh harapan, kita pun pergi ke stasiunberikut dan menemui "orang baik" tersebut.Orang itu pun memberikan handphone kita yang telah hilang.Apa yang akan kita lakukan pada orang tersebut?Satu hal yang pasti, kita akan mengucapkan terima kasih, dan seperti nyaakan lebih besar daripada rasa terima kasih kita pada skenario keduabukan?Bukan tidak mungkin kali ini kita akan memberikan hadiah kecil kepadaorang yang menemukan handphone kita tersebut.
Skenario 4
Terakhir, mari kita perhatikan skenario keempat.Pada skenario ini, kita tidak sadar handphone kita terjatuh, kita turundari kereta dan menyadari bahwa handphone kita telah hilang, kitamencoba menelepon tetapi tidak ada yang mengangkat.Sampai akhirnya kita tiba di rumah.Malam harinya, kita mencoba mengirimkan SMS :"Bapak / Ibu yang budiman.Saya adalah pemilik handphone yang ada pada bapak / ibu sekarang.Saya sangat mengharapkan kebaikan hati bapak / ibu untuk dapatmengembalikan handphone itu kepada saya.Saya akan memberikan imbalan sepantasnya. "SMS pun dikirim dan tidak ada balasan.Kita sudah putus asa.Kita kembali mengingat betapa banyaknya data penting yang ada di dalamhandphone kita.Ada begitu banyak nomor telepon teman kita yang ikut hilang bersamanya.Hingga akhirnya beberapa hari kemudian, orang yang menemukan handphonekita menjawab SMS kita, dan mengajak ketemuan untuk mengembalikanhandphone tersebut.Bagaimana kira-kira perasaan kita?Tentunya kita akan sangat senang dan segera pergi ke tempat yangdiberikan oleh orang itu.Kita pun sampai di sana dan orang itu mengembalikan handphone kita.Apa yang akan kita berikan kepada orang tersebut?Kita pasti akan mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepadanya, danmungkin kita akan memberikannya hadiah (yang kemungkinan besar lebihberharga dibandingkan hadiah yang mungkin kita berikan di skenarioketiga).
Moral of the story
Apa yang kita dapatkan dari empat skenario cerita di atas?Pada keempat skenario tersebut, kita sama-sama kehilangan handphone, danada orang yang menemukannya.Orang pertama menemukannya dan langsung mengembalikannya kepada kita.Kita berikan dia ucapan terima kasih.Orang kedua menemukannya dan memberikan kepada kita sesaat sebelum kitaturun dari kereta.Kita berikan dia ucapan terima kasih yang lebih besar.Orang ketiga menemukannya dan memberikan kepada kita setelah kita turundari kereta.Kita berikan dia ucapan terima kasih ditambah dengan sedikit hadiah.Orang keempat menemukannya, menyimpannya selama beberapa hari, setelahitu baru mengembalikannya kepada kita.Kita berikan dia ucapan terima kasih ditambah hadiah yang lebih besar.Ada sebuah hal yang aneh di sini.Cobalah pikirkan, di antara keempat orang di atas, siapakah yang palingbaik?Tentunya orang yang menemukannya dan langsung memberikannya kepada kita,bukan?Dia adalah orang pada skenario pertama.Namun ironisnya, dialah yang mendapatkan reward paling sedikit di antaraempat orang di atas.Manakah orang yang paling tidak baik?Tentunya orang pada skenario keempat, karena dia telah membuat kitamenunggu beberapa hari dan mungkin saja memanfaatkan handphone kitatersebut selama itu.Namun, ternyata dia adalah orang yang akan kita berikan reward palingbesar.Apa yang sebenarnya terjadi di sini?Kita memberikan reward kepada keempat orang tersebut secara tulus,tetapi orang yang seharusnya lebih baik dan lebih pantas mendapatkanbanyak, kita berikan lebih sedikit.OK, kenapa bisa begitu?Ini karena rasa kehilangan yang kita alami semakin bertambah di setiapskenario.Pada skenario pertama, kita belum berasa kehilangan karena kita belumsadar handphone kita jatuh, dan kita telah mendapatkannya kembali.Pada skenario kedua, kita juga sudah mulai merasakan kehilangan karena saatitu kita baru sadar, dan kita sudah membayangkan rasa kehilangan yangmungkin akan kita alami seandainya saat itu kita sudah turun darikereta.Pada skenario ketiga, kita sempat merasakan kehilangan, namun tidak lamakita mendapatkan kelegaan dan harapan kita akan mendapatkan handphonekita kembali.Pada skenario keempat, kita sangat merasakan kehilangan itu.Kita mungkin berpikir untuk memberikan sesuatu yang besar kepada orangyang menemukan handphone kita, asalkan handphone itu bisa kembali kepadakita.Rasa kehilangan yang bertambah menyebabkan kita semakin menghargaihandphone yang kita miliki.KesimpulanSaat ini, adakah sesuatu yang kurang kita syukuri?Apakah itu berupa rumah, handphone, teman-teman, kesempatan berkuliah,kesempatan bekerja, atau suatu hal lain.Namun, apakah yang akan terjadi apabila segalanya hilang dari genggamankita.Kita pasti akan merasakan kehilangan yang luar biasa.Saat itulah, kita baru dapat mensyukuri segala sesuatu yang telahhilang tersebut.Namun, apakah kita perlu merasakan kehilangan itu agar kita dapatbersyukur?Sebaiknya tidak.Syukurilah segala yang kita miliki, termasuk hidup kita, selagi itumasih ada.Jangan sampai kita menyesali karena tidak bersyukur ketika itu telahlenyap dari diri kita.Jangan pernah mengeluh dengan segala hal yang belum diperoleh.Bahagialah dengan segala hal yang telah diperoleh.Sesungguhnya, hidup ini berisikan banyak kebahagiaan.Bila kita mampu memandang dari sudut yang benar.

Beragama Secara Moderat

sumber : http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A755_0_3_0_M
Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar. (QS. Lukman: 32)
Agama adalah jalan hidup. Beragama dalam Islam merupakan proses memaknai hidup dengan tuntunan syariat Islam yang benar. Perlunya beragama adalah supaya manusia hidup dengan tenang, aman, sejahtera dan selamat di dunia dan akhirat. Beragama tidak menjadikan umatnya susah dan frustasi. Hanya mereka yang ekstrim beragamalah yang menjadikan seolah beragama itu berat dan susah. Karena itu, beragama hendaklah memilih jalan yang seimbang dan moderat.
Menurut Dr. Muhammad Az-Zuhaili bahwa moderat atau “Al-Iqtishad” bermakna tengah-tengah, seimbang, istiqamah, adil, mudah dalam segala urusan, serta mengambil jalan pertengahan. Orang moderat (Muqtashi) adalah orang yang seimbang dan menempuh jalan yang lurus, seperti dalam firman-Nya: “Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus.”(QS. Luqman: 32).
Maksud dari kata “muqtashid” dalam ayat di atas adalah mu’tadil yaitu orang yang menempuh jalan lurus atau seimbang dan tidak condong pada hal yang melampaui batas ataupun pemborosan. Sebagaimana firman-Nya: “Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil, dan (Alquran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka (ahl al-Kitab) ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.” (QS. al-Ma’idah: 66).
Maksud dari ayat di atas adalah orang yang berlaku jujur dan lurus serta tidak menyimpang dari kebenaran. Demikianlah kata al-Iqtishad (moderat) dalam Islam yang secara bahasa dipergunakan untuk menunjukkan perbuatan yang tidak berlebih-lebihan dan membangun keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Jadi al-iqtishad adalah moderat dalam beragama dan pertengahan dalam hukum-hukumnya. Sedangkan, dalam pengamalannya ia mengambil jalan tengah antara berlebihan dan hal yang ringan, atau pertengahan antara sesuatu yang melampaui batas dan meremehkan.
Moderat dalam beragama adalah tenang, seimbang dan konsisten serta mengambil jalan tengah dalam semua urusan agama tanpa melebihkan atau menambah dan juga tanpa mengurangi atau mengabaikan. Menurut Ar-Rhaghib al-Ashbahani, moderat terbagi menjadi 2 bagian. Pertama adalah moderat yang terpuji. Dalam hal ini terdapat dalam dua sisi yaitu berlebihan dan kurang. Seperti sifat dermawan, hal itu terletak antara pemborosan dan kikir, dan juga seperti sifat keberanian yaitu sifat antara sembrono, penakut dan sebagainya. Selaras dengan maksud ini adalah firman Allah Swt yang berbunyi: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. al-Furqan: 67).
Kedua adalah kemoderatan antara terpuji dan tercela, yaitu hal yang terdapat antara terpuji dan tercela. Seperti realitas antara keadilan dan kesewenang-wenangan atau antara dekat dan jauh. Awal kemoderatan dalam beragama adalah bersumber dari ajaran Islam yang lurus dan benar dan sesuai dengan fitrah manusia. Islam diturunkan tidak hanya mengajarkan tentang keimanan dan Aqidah, hal-hal ghaib dan sesuatu yang ada di balik alam ini. Lebih dari itu, Islam mengajarkan manusia tata cara berhubungan dengan Tuhan, sesama manusia, alam dan dirinya. Ketentuan ini tersusun dengan adil dan bijak, sehingga tidak terdapat hal yang berlebihan dan keluar batas. Islam juga menyerukan keseimbangan antara ruh, jasad, dan akal. Islam juga mensyariatkan untuk menegakkan keseimbangan antara dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah Swt: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah Swt kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah, kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (QS. al-Qashash: 77). Hal ini juga sejalan dengan hadits Nabi: “Orang yang terbaik di antara kalian bukanlah orang yang meninggalkan akhiratnya demi dunianya, juga bukan pula orang yang meninggalkan urusan dunianya demi akhiratnya.” (HR ad-Dailami dan lbnu Asakir).
Islam telah mengharamkan umatnya bersikap seperti pendeta atau biarawan yang melepaskan diri dari urusan dunia dan mengasingkan diri dari manusia lainnya. Islam menegaskan keseimbangan dalam hal yang berkaitan dengan insting dan watak manusia yang beraneka ragam, untuk kemudian mengarahkan perasaan emosionalnya pada arah yang benar; menjalani hidup sesuai dengan tuntutan Allah dan mengabdikan diri pada masyarakat. Islam juga mengatur dan menganjurkan keseimbangan antara individu manusia dengan masyarakat sekitarnya, dengan jalan menguatkan hubungan yang erat dan harmonis antara rakyat dengan pemerintah, dengan menjelaskan hak-hak mereka.
Allah Swt telah memilih umat ini menjadi umat penengah antara umat-umat yang lain, adil dalam setiap perbuatannya, dan menjadi saksi bagi orang lain. Juga menjadi pembawa risalah akhir yang diridhai Allah Swt bagi seluruh hamba-harmba-Nya, yang diturunkan dan langit ke muka bumi ini, sebagaimana firman Allah: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu umat wasathan (yang moderat) kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”. (QS. al-Baqarah: 143).
“Pembumian” konsep ummatan wasathan (umat moderat) dapat ditelusuri jari jejak kehidupan Rasulullah Saw, bagaimana beliau melewati hari demi hari bersama masyarakat dalam rangka membangun peradaban yang tauhid, bekerja keras dan ulet untuk membiayai kebutuhan keluarganya, dan sujud kepada Allah Swt sebagai ungkapan rasa syukur atas segala karunia-Nya. Keberhasilan Rasulullah Saw dibangun diatas fondasi sikap keberagamaan yang moderat. Nabi Saw bersabda, “Ada satu perkara di antara dua perkara yaitu sebaik-baik perkara adalah yang tengah-tengah.” (HR. Baihaqi). Seorang ahli hikmah berkata, “Sebaik-baik perkara adalah pertengahan, sedang sejelek-jelek perkara adalah yang berlebih-lebihan.” Seorang penyair Arab yang bernama Zuhair bin Abi Salina memuji suatu kaum, “Bersikaplah seimbang, niscaya manusia rela pada keputusannya Jika kau datang di suatu malam dengan keagungan.”
Dengan demikian, menempuh jalan tengah, lurus, dan moderat dalam segala urusan merupakan sikap yang terpuji. Guna menghindarkan diri dari sikap berlebihan atau kekurangan, terlalu keras atau terlalu lunak, dan bersikap keras. Sikap keberagamaan yang moderat selaras dengan fitrah manusia karena manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang lemah, diciptakan dari partikel lemah, raganya juga terbentuk dari bahan yang lemah.
Pada masa Rasulullah Saw, seorang sahabat yaitu Abdullah bin Amru bin ‘Ash minta izin pada Rasulullah untuk berpuasa terus menerus tanpa henti di masa mudanya, tetapi Rasulullah melarangnya. Namun, karena ia terus memohon dan mengiba dengan alasan bahwa ia sangat mampu dan sanggup melaksanakannya. Akhirnya Rasulullah mengizinkannya untuk berpuasa dengan cara sehari puasa dan sehari tidak. Ketika ia telah menginjak masa tua, ia menyesal seraya berkata, “Seandainya aku menerima rukhshah (keringanan) yang diberikan Rasullullah.” Bahkan, Rasulullah pernah memperingatkannya sebagaimana dalam hadits yang ia riwayatkan sendiri.
Tepatlah kiranya, jika kemoderatan dan keseimbangan menjadi kebaikan dan keistimewaan. Hal ini dapat menjauhkan seseorang dari hal yang berlebihan dan kekurangan. Juga dapat meyelamatkannya dari bahaya berlebihan dan kekurangan yang terkadang dapat menjerumuskan seseorang pada kekafiran, kemusyrikan, dan kehancuran baik di dunia maupun akhirat.
Sesungguhnya berlebihan dalam agama dan menganggap ringan hukum-hukumnya adalah dua penyakit yang berbahaya. Penyakit ini berkembang sampai ke dalam jiwa dan dapat menimbulkan sumber-sumber kehinaan. Sesungguhnya setanlah yang berada di balik semua kehinaan itu. Karena itu, hendaklah kita takut kepada Allah Swt dari segala perbuatan ekstrim dan melampaui batas.
Islam memperingatkan umatnya untuk menjaga diri dan memilih jalan yang moderat, agar kita selamat. Baik dalam akidah, ibadah, maupun dalam pergaulan dan tingkah laku. Janganlah kita putuskan hubungan dengan Tuhan walaupun hanya sesaat. Begitu juga hendaklah kita jaga hubungan dengan manusia di sekitar kita. Semoga dengan beragama secara moderat ini, kita akan hidup dengan tenang, damai, sejahtera dan selamat di dunia dan di akhirat. Wallahualambishawab.
Penulis adalah Rahimi Sabirin, mahasiswa Ilmu Politik Pasca Sarjana Universitas Indonesia (UI)