Perjalanan panjang 4 jam Madiun – Jogja cukup melelahkan. Setir mobil terasa berat sudah. Mulai ashar dari jalanan lurus halus hingga jalanan menanjak dan penuh tikungan tajam. Menjelang magrib tawang mangu karanganyar solo sudah ditangan. Kanan kiri penuh dengan tanaman. Berbagai macam Anthorium sangat menawan. Tahukah kawan, di tawang mangu anthorium banyak dibudidayakan. Demikian juga dengan banyak tanaman hias lain dengan penuh rasa kekeluargaan. Tawang Mangu keatas jalanan penuh dengan tanjakan tajam. Sesekali saya trenyuh dengan hawa dingin dibadan. Sendirian perjalanan saya nikmati dengan rasa senang dan nyaman. Karena memang jalur itu adalah jalur kenangan. Lama sudah saya tidak melewati jalur itu. Dulu dimasa muda saya beberapa kali melewati jalur tersebut. Dengan motor kenangan (Dik Tia demikian saya menyebut) bersama beberapa kawan kami melakukan pendakian. Pernah suatu ketika motor kawan tidak kuat di tanjakan. Kami Bantu untuk dorong bebarengan. Sungguh senang saya mengenang masa itu sembari jalan. Saat azan magrib tiba, tepat sudah saya sampai di Cemoro Sewu. Sungguh sayang jika saya terus berlalu. Maka saya putuskan tuk singgah sejenak. Mampir ke Mushola untuk sholat magrib bersama komunitas pendaki yang saya sebut masih anak-anak. Mobil saya belokan di tempat parkir cemoro sewu. Disana ternyata banyak orang menunggu. OOO ..... iyyaa .... saya baru ingat ternyata saat itu adalah malam minggu. Mobil saya parkir, selanjutnya saya sholat di mushola terdekat. Mushola tersebut sudah berubah dari +/- 17 tahun yang lalu. Sekarang sudah sangat cantik dan terlihat gagah. Diantara rumah penduduk, warung makan dan tegalan di pinggir badan jalan. Terlihat juga ladang strowbery yang dulunya adalah ladang wortel. Antena Pemancar TVRI masih seperti dulu 17 th yang lalu, tetapi itu sebagai pertanda titik balik pendakian dari puncak menuju cemoro sewu. Sholat maghrib sudah berlalu. Ternyata perut terasa ngilu. Oooh iya ... lapar karena memang sudah jam makan. Saya mampir sejenak ke warung makan langganan. Lama ... sudah saya kenang. Ternyata penunggu sudah berganti orang. Tapi tetap sama dalam hal keramahan. Ya keramahan itulah yang sangat memberikan kesan. Saya pesan mie rebus yang instan, kopi panas yang menawan. Ditemani beberapa orang kami ngobrol sambil rokokan. Sungguh nikmat dibalut rasa dingin pegunungan. Sembari menghirup kopi yang tidak terasa panasnya. Sembari menghisap rokok yang sangat nyaman rasanya. Wuiiih alangkah nikmatnya, ...... Saya mengenang masa indah bersama teman karib yang sangat bijaksana. Hingga kini ternyata masih sangat bijaksana. Duhai kawan, andai kita masih bisa bernostalgia. Tentu akan dilengkapi dengan gelak dan canda tawa. Semoga engkau semua sukses disana. Di kehidupan masing-masing bersama keluarga ........